Pancasila
mengandung makna yang amat penting bagi sejarahperjalanan Bangsa Indonesia.
Karena itulah Pancasila dijadikan sebagai dasar negara ini. Artinya segala
tindak tanduk dari orang-orang yang termaktub sebagai warga negara dari
republik yang bernama Indonesia, haruslah didasarkan pada nilai-nilai dan
semangat Pancasila. Apakah dia sebagaiseorang politisi, birokrat, aktivis,
buruh, mahasiswa dan lain sebagainya. Akan tetapi banyak kenyataan yang bisa
membuktikan bahwa nilai-nilai dan semangat Pancasila sudah kurang membumi.
Salah satu bukti bahwa semangat dan nilai Pancasila tidak membumi di negeri ini
adalah terlihat dari kebersamaan dan persaudaraan kita yang mulai melemah.
Padahal dilihat dari sejarahnya bahwa bangsa ini dari awalnya adalah bangsa yang
kaya akan keberagaman. Kaya akan perbedaan. Singkatnya, bangsa ini adalah
bangsa yang pluralistik. Keberagaman menjadi jati diri kita sebagai sebuah
bangsa. Karena itu, keberagaman tidak perlu dihilangkan. Dia hanya perlu
dihargai, dihormati dan diperlakukan secara adil.
Peringatan Hari
Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan sebagai
kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan kesaktian
Pancasila itu sendiri. Hal ini penting khususnya bagi generasi muda bangsa ini.
Generasi baru
tidak akan memiliki rasa percaya diri dan kebanggaan atas bangsa ini tanpa
mengenali sesungguhnya sejarah kehidupannya. pada tanggal 1 Oktober rakyat
Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila dengan diadakannya upacara di
berbagai instansi pemerintah, dan untuk skala nasional upacara tersebut
diadakan di lokasi tempat terjadinya sejarah yaitu di Lubang Buaya.
Masih saktikah Pancasila?
Banyak wacana muncul akhir-akhir ini yang menyatakan
kalau Pancasila sudah tidak sakti lagi atau bahkan di berbagai media
memberitakan bahwa Pancasila sudah “dilupakan” di Indonesia. Kesaktian disini
bukan diartikan pancasila secara aktif mampu melakukan sesuatu, melainkan
pandangan serta nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila mampu
ditranformasikan oleh komponen bangsa dalam berkehidupan kebangsaan dan
bernegara. Jadi apakah benar kenyataan itu?
Jawabannya adalah
ada pada diri kita masing-masing, dan mungkin kita perlu sedikit merenungkan
untuk hal tersebut, apakah kita masih berperilaku seperti yang tersirat dalam
jiwa pancasila? atau apakah kita sudah melenceng?
Di tengah terpaan
pengaruh kekuatan global, kita seharusnya menguatkan dan memperlengkapi diri
agar tidak terjerembab dalam lika-liku zaman sekarang ini. Salah satunya adalah
dengan menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu
sendiri. Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai energi untuk
membangun kembali jati diri bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya
jika mau kembali menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal
tunggal dan menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat
Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai
salah satu infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir
dinegara ini, harus tunduk dan taat pada Pancasila.
Melihat
perkembangan kondisi di Indonesia belakangan ini mungkin kita menganggap kalau
rakyat Indonesia sudah tidak lagi ber”Pancasila” dengan adanya kerusuhan
dimana-mana yang timbul karena masalah yang berkaitan dengan sila pertama yaitu
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yaitu dengan ricuhnya kelompok agama mayoritas
melawan minoritas dengan alasan-alasan tertentu.
Padahal kalau kita
telaah lagi, terjadinya “bentrokan” seperti itu terkadang belum tentu
benar-benar karena soal agama, mungkin karena ada satu alasan kepentingan
tertentu yang ingin dicapai oleh “segelintir” personal, maka dengan kekuatannya
mereka menggunakan alasan keagamaan untuk mendapatkan tujuannya. Sebaiknya
marilah kita lihat saja dengan “kepala dingin”, dari jaman dulu kita sudah
hidup dengan keragaman, mayoritas dan minoritas tidak perlu dijadikan bahan
pertentangan, tapi jadikan itu kekuatan yang tetap menyatukan kita.
Berkaitan dengan
1965 Incident Road Show in the United States, ada satu peristiwa monumental
yang tidak bisa begitu saja ditelan dan diterima secara bulat-bulat. Peristiwa
ini masih berjalan sampai sekarang, yaitu upacara nasional pada tanggal 1
Oktober pagi di Lubang Buaya, Jakarta yang oleh pemerintahan Orde Baru, di
bawah pimpinan Suharto/Soeharto, diberi nama Hari Kebangkitan Pancasila. Kita
semua tahu dari pelajaran sekolah apa sebabnya diberi nama Hari Kesaktian
Pancasila, yaitu telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh dan berhasil
menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka
bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada
percobaan kudeta PKI tahun 1965. Benarkah demikian? Apakah arti sesunggunya di
balik peringatan ini?
Setiap tanggal 1
Oktober pagi, hampir semua pejabat kunci negara Republik Indonesia (RI)
berkumpul di Lubang Buaya, Jakarta untuk mengadakan ritual, memperbaharui dan
mengkokohkan tekat untuk melindungi negara RI dari rongrongan komunis melalui
Partai Komunis Indonesia (PKI). Upacara ritual ini disimbolkan dengan
pengorbanan nyawa yang sangat memilukan dan menyayat hati dari 6 jenderal
senior dan lainnya.
Peringatan Hari
Kesaktian Pascasila ini bercikal bakal pada peristiwa 30 September 1965, di
mana enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta
yang dilakukan oleh para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal
kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Keenam pejabat
tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
·
Mayjen TNI R. Suprapto
·
Mayjen TNI M.T. Haryono
·
Mayjen TNI Siswondo Parman
·
Brigjen TNI DI Panjaitan
·
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
·
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai
salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut.
Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu
Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
·
AIP Karel Satsuit Tubun
·
Brigjen Katamso Darmokusumo
·
Kolonel Sugiono
·
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi
di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan
pada 3 Oktober 1965.
Jika pada
peringatan-peringatan sebelumnya Kesaktian Pancasila selalu dikaitkan dengan
penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI), maka
kali ini “sejarah” Kesaktian Pancasila dimaknai sejak proklamasi kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agsutus 1945. Demikian versi baru upacara peringatan Hari
Kesaktian Pancasila yang berlangsung di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya,
Jakarta Timur.
Selain pemaknaan
yang baru atas sejarah, hal baru lainnya adalah upacara kembali dipimpin oleh
presiden Republik Indonesia serta disertai dengan pembacaan naskah ikrar yang
menyebutkan bahwa sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproklamasi
pada 17 Agustus 1945 terjadi banyak kesenjangan terhadap Pancasila dan NKRI
baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, bangsa Indonesia
mampu mempertahankan Pancasila dan NKRI.
0 comments:
Post a Comment